Andri Prasetiyo

Andri Prasetiyo

Minggu, 06 November 2016

Sejarah Peradaban Islam



PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pembimbing :
Drs. M. Ardi.M.Pd




 



                                                  DISUSUN OLEH  :  ANDRIPRASETIYO
                                                  NPM                      : 1501010242



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN)
JURAI SIWO METRO

TAHUN 2016/2017







BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bangsa yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju bangganya, HAR. Gibb (1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam adalah sebuah peradaban yang sempurna).  Meskipun demikian, kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa ini.Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah, yaitu nilai-nilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam. Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai tauhidnya.Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.


Rumusan Masalah

                          1.   Bagaimana Sejarah Berdirinya Bani Umayyah ?
                          2.   Bagaimana masa Kemajuan Bani Umayyah ?
                          3.   Bagaimana masa Kemunduran Bani Umayyah?


Tujuan Masalah

                    1.      Untuk mengetahui Berdirinya Bani Umayya
                    2.   Untuk mengetahui Kemajuan Bani Umayyah
                    3.      Untuk mengetahui Kemunduran Bani Umayyah




BAB II
PEMBAHASAN 



PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

A.    Masa kejayaan Dinasti Umayyah
        Memasuki masa kekuassan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyartakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantum. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun, dia menggunakakn interpretasi baru dari kata-kata itu untuk menggunakan jabatan tersebut. Dia menyebutkan “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.[1]
          Kekuasaan Bani Umayah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (660-680M), Abd Al-Malik ibn Marwan (685-705M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720M). dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743M).
          Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibukota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyahkemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik. Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berasil mendudukan Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkkan sampai ke india dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.[2]
      Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan ke zaman Al-Walid ibnAbdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam mereka hidup bahagia. Pada masa pemerintahaanya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziad, pemimpin pasukan Islam, Dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tarik). Tentara Sepanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordava, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordava[3]. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Dizaman Umar ibn Abd Al-Aziz, serangan dilakukan keprancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut diatas pulau-pulau yang terdapat di laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.
         Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Ummayah ini betul-betul sanagt luas Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Sriya, Palestina, jazirah Arabia, Irak,Sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
         Di samping ekspansi kekuasaan islam, Bani Ummayah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah spesialis dibidangnya. Abd Al-malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan Bahasa Arab sebagian Bahasa resmi administerasi pemerintahan islam. Keberhasilan Khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh putranya Al-Walid ibn Abd Al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

B.       Kemajuan Bidang Peradaban
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kekemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut :

1.      Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa dinasti Umayah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara) kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah Bahasa dalam wilayah kerajaan Islam.Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi dalam tatausaha negara dan pemerintah sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan Bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan Bahasa romawi atau Bahasa Persia di daerah-daerah jajahan mereka dan Persia sendiri.

2.      Marbat Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan Ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan Ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbat, kota satelit Dari Damaskus

3.      Ilmu Qiraat 
Ilmu Qiraat adalah ilmu seni baca al-Qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua, yang telah dibina sejah Zaman Khulafaurosidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli Qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H)

4.      Ilmu Hadis
Ketika kaum muslim telah berusaha memahai Al-Qur’an ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut Hadis. Oleh karena itu lah,timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis, menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi suatu ilmu tersendiri yang dinamakan ilmu hadis.

5.      Ilmu Fiqh
Setelah Islam menjadi daualh, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah, Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan hadis mengeluarkan Syariat dari kedua sumber tersebut untuk mengatur dan memimpin rakyat

6.      Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi secara komperehenship. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an dikalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu Tafsir,ulama yang membukukan ilmu Tafsir yaitu Mujahid (w. 104 H)

7.      Ilmu Nahwu


Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya ke wilayah diluar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang ajam (non-arab) yang masuk Islam, sehingga keberadaan Bahasa Arab sangat dibutuhkan 

8.      Ilmu Jughrafi dan Tarikh


Masa dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula Ilmu Tarikh, Baik sejarah umum sejarah Islam Khususnya

9.      Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku Ilmu pengetahuan dari Bahasa-bahasa Lain ke dalam Bahasa Arab[4]

C.  Masa kemunduran Dinasti Umayyah
        Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjaniannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa personal penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi penganggakan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebahkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
     Ketika Yazid naik tahta. Sejumlah tokoh terkemuka dimadinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk untuk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi,ah (pengikut ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang dikarbela, sebuah daerah didekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
         Perlwanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras lebih gigih, dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di kufah pada tahun 685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia, dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Muhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya gerakan Abdullah ibn Zubair.[5] Namun, ibn Zubair zuga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah
       Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai Khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertemuan pun tak terhindarkan. Namun, Peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Dmaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa Kekhalifahan Abd Al-Malik tentara Bani Umayyah dipimin Al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah, dam akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah diserbu. Keluarga Zubair dan sahabatnya melarikan diri, sementara ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73H/ 692 M.
           Selain gerakan diatas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan menaklukan Spanyol.
          Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Al-Aziz (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negri yang berada dalam wilayah islam lebih baik dari pada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negri.Meskipun pemerintahannya singkat, Dia berasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
          Sepeninggalan Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayah berada di bawah Khalifah Yaziz ibn Abd Al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memerhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada Zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfirmasi terhadap pemerintahan Yaziz ibn Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik (724-743 M), Bahkan, di Zaman hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah,. Kekuatan itu berasal dari kalanagn Bani Hasim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan dinasti Bani Umayyah dan menggantikan dengan dinasti baru, Bani Abbas.
         Sepeninggalan Hisyam Abd Al-Malik, Khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral burukhal ini memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhamad, khalifah terahir bani Umayyah melarikan diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

D. Faktor-faktor runtuhnya Dinasti Bani Umayyah
Faktor-faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-fakrto itu antara lain adalah :
  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturanya tidak jelas. Ketidakjelasan system pemerintah Khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.[6]
  2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (pengikut Ali) dan Kawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti dimasa awal dan ahir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah
  3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (bani Qays) dan Arabiya selatan (Bani Kalb) yang sudah sejak jaman sebelum islam makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.[7] Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab),terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
  4. Lemahnya pemerintah daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di kalanagan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
  5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuasaan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di mulai pada masa Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan perkembangan yang cukup pesat.
         Pada masa Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyyah bin Abu Sofyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang yang lengkap dengan peralatanya di sepanjang dalam. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjatan dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim atau qodhi mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qodhi adalah seorang spesialis di bidangnya.


DAFTAR PUSTAKA

Yatim Badri.2010.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers
Amin Samsul Munir.2009.Sejarah peradaban Islam. Jakarta : Amzah




[1] Tentang peradaban antara system pemerintahan masa khilafah Rasyidah dan masa dinasti Umayyah        ini, baca: Abu A’la Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung : Mizan, 1984)
[2] Harun Nasution,op, cit., hlm. 61.
[3] Hasan Ibrahim Hasan, op. cit., hlm 91.
[4] Jurjuri Zaidan, Tarikh Adab Laughah Al-Arabiyah, Jilid 2, Cairo : Darul Hilal, hlm. 236-259.
[5] W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam :Kajian Kritis dari tokok orientalis, (Yokyakarta : Tiara             Wacana Yokya, 1990), hlm, 23.
[6] Philip k. Hitti, History of the Arabs,(London : Macmillan, 1970) .hlm 281.
[7] Syet Amer Ali, A Short history of the Saracens,(New Delhi, Kitab Brafan, 1981) hlm. 169-170